Bismillaah…
Membangun Peradaban dari dalam Rumah menjadi tema materi ketiga di kelas Matrikulasi IIP Batch 7 ini. Mengapa peradaban bisa bermula dari dalam rumah? Karena berawal dari rumahlah orang tua membangun nilai-nilai dan mendidik anak, sang generasi peradaban. Maka, sepasang suami istri yang telah diamanahi anak oleh Allah, seharusnya tidak main-main dalam hal pendidikan anak. Untuk itu diperlukan tim yang solid di dalam keluarga, bermula dari orang tua lalu kemudian melibatkan anak sebagai anggota tim. Di materi disebutkan pula bahwa kita perlu memahami peran spesifik keluarga di muka bumi, yang akan membuat kita paham apa saja potensi unik diri kita dan keluarga. Dari situ barulah dapat dirancang pendidikan seperti apa yang sesuai bagi anak.
Untuk memperdalam materi, saya telah merumuskan NHW sebagai berikut:
1. Hubungan dengan Suami
Saya telah mengirimkan surat cinta kepada suami, yang mana dalam proses penulisannya memerlukan waktu yang tidak sebentar. Bukan karena tidak ada yang ingin disampaikan, melainkan terlalu banyak yang mau ditulis, sehingga tidak tahu memulai dari mana. Sila dibaca di surat cinta untuk suami.
2. Potensi yang Dimiliki Anak
Musa Alfatih Nasution, putra pertama kami yang baru berusia 10 bulan, memiliki kelebihan dari fisiknya. Semenjak lahir, sudah terlihat badannya kuat, makin ke sini makinlah terlihat kekar. Badannya yang terbilang bongsor tidak menjadi penghambat perkembangan motorik kasarnya. Ia tetap gesit bergerak ke sana sini. Sekarang ia sedang belajar berdiri dan berjalan, aktifnya luar biasa. Masyaa Allaah.
Kekuatan lain yang dimiliki Musa, ia senang menganalisis dan mengamati barang, mulai dari mainan hingga barang yang tergeletak di rumah. Ia bisa tiba-tiba diam dan duduk tenang sambil mengamati dan mengulik bagaimana barang tersebut berfungsi. Didukung dengan perkembangan motorik halus yang baik pula, sering ia bisa mengoperasikan dengan benar barang yang telah diamatinya.
Musa juga termasuk anak yang sudah terlihat memiliki tekad yang kuat dan cepat belajar. Terlihat dari bagaimana ia belajar membalikkan badan, tengkurap, duduk, merangkak, berdiri, dan lainnya. Selain itu, ketika sudah memiliki keinginan, ia akan berusaha keras sampai mendapatkannya.
Musa seorang pendengar yang baik, ia sangat senang ketika dibacakan buku, dikisahkan suatu cerita, atau bahkan hanya mendengarkan hal sederhana yang aku sampaikan. Saya senang sekali menatap matanya yang berbinar-binar itu.
Potensi lainnya masih terus kami gali.
3. Potensi Diri Sendiri
Saya sangat senang bebenah dan mengatur tata letak barang. Saya sangat terganggu ketika melihat barang berantakan dan tidak ditempatkan di tempat semula. Kekuatan ini sangat dibutuhkan untuk membuat rumah liveable dan lovable yang membuat suami dan anak betah di rumah.
Kekuatan lain yang dimiliki yaitu, saya seorang yang konsisten. Nampaknya inilah alasan mengapa Allah menyandingkan saya dengan suami. Berbanding terbalik dengan saya, suami memiliki kelemahan dalam hal konsistensi. Suami merupakan tipe inisiator yang memiliki banyak ide cemerlang, namun ketika ide tersebut sudah berhasil dijalankan, ia mudah bosan dalam hal eksekusinya dan lebih tertarik untuk memulai ide yang lain. Maka dari itu, diperlukan orang yang konsisten untuk melanjutkan ide yang sudah berjalan tersebut agar tetap hidup. Selain itu, kekuatan yang dimiliki ini sangat membantu saya dalam menjalankan peran sebagai seorang ibu, yang tentu dituntut untuk melakukan banyak hal yang berulang–itu lagi itu lagi–, dan saya tidak mempermasalahkan hal tersebut. Check list yang dibuat di NHW 2 membantu saya untuk terus mengasah konsistensi saya. Bismillah.
Kemudian, saya senang belajar. Saya sadar banyak sekali ilmu yang dibutuhkan namun belum saya miliki. Saya yakin, seorang ibu pembelajar akan membangun generasi peradaban yang cemerlang.
Terkait potensi lainnya, saya sendiri masih terus menggalinya. Semakin kita mengetahui kekuatan, maka akan semakin fokus pada tujuan yang ingin dicapai.
4. Hubungan dengan Lingkungan Tempat Tinggal
Tinggal di Jakarta tentu memiliki tantangan tersendiri. Jakarta yang dikenal sebagai kota yang sibuk, riuh, dan tak pernah tidur, membuat kami harus tough dan punya prinsip agar tidak terbawa ke arah negatif.
Lebih tepatnya, kami tinggal di sebuah kontrakan di Jakarta Timur. Tepat di depan rumah kami, ada sebuah rumah tetangga yang sekaligus dijadikan bengkel. Suara mesin kendaraan dan kompresor cukup mengganggu, ditambah lagi bau cat yang sering terhirup hingga ke dalam rumah. Waktu buka bengkel tersebut pun tak menentu, seringnya hingga tengah malam disertai dengan banyaknya orang yang berkumpul di sana. Kami sangat belajar sabar, karena kami masih di cap sebagai pendatang di sini.
Insya Allah bulan depan kami akan pindah ke tempat baru, masih di Jakarta. Tempatnya lebih sepi dan dekat dengan masjid yang semoga membawa keberkahan buat kami. Mudah-mudahan di tempat baru nanti kami bisa ikut memakmurkan masjid. Aamiin.