Review: Lelaki Harimau

Kesan pertama yang muncul dari buku ini adalah: Sadis! Bagaimana tidak, bagian awal cerita menggambarkan seorang pemuda bernama Margio yang membunuh secara kejam tetangganya, Anwar Sadat. Margio menggigit dan mencabik leher Anwar Sadat hingga nyaris putus dan meninggal seketika. Ketika warga setempat menangkapnya, dengan mudahnya ia bilang bahwa bukan ia yang membunuh lelaki tersebut, melainkan ada harimau dalam tubuhnya.

Novel yang terbilang tipis ini (jika dibandingkan dengan Cantik Itu Luka apalagi) berhasil memuat cerita yang kompleks dari kehidupan sebuah keluarga yang sengkarut—meminjam kata-kata penulis di dalam novel. Lelaki Harimau menceritakan sebuah keluarga beranggotakan 4 orang yang kehidupannya rumit dan sulit. Nuraeni, seorang gadis cantik yang terpaksa mau dinikahkan orang tuanya dengan Komar, seorang laki-laki dengan pekerjaan tukang cukur. Semenjak awal pernikahan, hidupnya tidak bahagia dan ia sangat membenci suaminya, ditambah lagi Komar adalah seorang yang temperamen dan sering kali melayangkan pukulan dan tendangan pada istrinya. Pernikahan tidak bahagia ini akhirnya memperoleh dua orang anak, Margio dan Mameh. Sikap ayahnya itu dari hari ke hari semakin memupuk kebencian bagi Margio, lebih-lebih ketika adik bungsunya, Marian, yang baru lahir 7 hari dan meninggal, sedangkan Komar, ayahnya, malah disibukkan dengan kegiatan sabung ayam di stasiun bahkan belum sekalipun menengok anak bungsunya yang umurnya hanya seminggu itu. Kematian Marian serta merta menarik rona bahagia Nuraeni, dan menggantinya dengan duka dan luka.

Margio sendiri adalah sosok yang sangat mencintai ibunya. Ia selalu berusaha mengembalikan kebahagiaan yang rupanya dari hari ke hari makin tercerabut dari wajah cantik ibunya. Nuraeni mulai berseri-seri semenjak belum mengandung Mariam, namun rupanya kebahagiaan tidak ditakdirkan abadi buatnya. Demi ibunya, Margio berani menghabisi siapa saja yang menjadi penyebab duka ibunya bertambah-tambah.

Lelaki Harimau menjadi buku ketiga dari Eka Kurniawan yang saya baca setelah Cantik Itu Luka dan Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas. Dari ketiga buku ini saya melihat sebuah kesamaan dari cara bercerita Eka Kurniawan, yaitu penulis begitu kuat dengan penyampaian setiap tokoh secara detail di awal, baru kemudian menjelang akhir penulis seperti mulai menyatukan kolase dari setiap tokoh dan menjadikannya suatu cerita yang utuh dengan menghubungkan keterkaitan antar tokoh satu dengan yang lainnya. Namun lagi-lagi hal ini cukup membuat saya bosan di awal-awal cerita karena terkesan penyampaiannya bertele-tele. Tapi jangan keliru, penulis sangat cemerlang dalam memadukan kisah setiap tokoh hingga menjadi cerita yang utuh yang membuat pembaca berdecak kagum di akhir bacaan. Plot twist yang dibuat penulis pun sangat cerdas dan menjadi keunggulan lain dari novel ini,

Jika dibandingkan dengan Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas, di novel ini penulis tidak membiarkan kata-kata kasar berseliweran bebas, sehingga buku ini lebih membuat saya nyaman membacanya. [drh]

Judul:                   Lelaki Harimau
Penulis:               Eka Kurniawan
Penerbit:             Gramedia (Jakarta)
Tahun Terbit:     2004 (Cetakan ketujuh Oktober 2016)
Tebal Halaman: 191 halaman
Rate:                     4/5

Review: Lelaki Terakhir yang Menangis di Bumi

Spoiler Allert.

Setelah Kukila, ini menjadi karya kedua dari Aan Mansyur yang saya baca dimana genrenya bukan puisi.

Novel ini berkisah tentang Jiwa, seorang laki-laki yang masa kecilnya hangat dengan kasih sayang sang nenek namun ditinggalkan oleh ayahnya yang pergi dan tak pulang-pulang. Semakin beranjak dewasa ia semakin mencintai puisi, buku, dan dunia tulis menulis. Semua itu berkat Rahman, mantan kekasih ibunya yang hingga saat ini begitu ingin menikahinya setelah tahu perempuan itu ditinggal suaminya tanpa kabar.

Setelah lulus SMA, Jiwa memutuskan untuk pergi ke kota dan melanjutkan kuliah di Makassar. Di kampus itulah ia bertemu dengan Nanti, seorang gadis manis yang Jiwa bilang bahwa geliginya seperti deretan huruf puisi indah yang belum pernah bisa dituliskan satu penyair pun. Jiwa jatuh cinta sejak tatapan jatuh pertama kali pada perempuan itu.

Singkat cerita, mereka pun menjalin kasih.

Di buku ini dituliskan, bahwa bersama Nanti, hidup Jiwa dianugerahi Tuhan tahun-tahun yang alangkah susah dihapus dari ingatan—tahun-tahun yang tidak mau berakhir. Bersama Nanti, Jiwa memulai mewujudkan salah satu mimpinya dengan mendirikan sebuah toko buku yang dilengkapi perpustakaan dan kafe. Tempat itu mereka namai Perpustakaan Terakhir.

Namun rupanya kisah cinta tak selalu berjalan mulus. Seiring bertambahnya kesibukan mereka mengurusi Perpustakaan Terakhir, Nanti mulai sering marah-marah dan mengeluhkan hal kecil sekali pun. Hubungan mereka menjadi hambar dan pertengkaran-pertengkaran kecil mulai sering terjadi. Ternyata hal tersebut dilatarbelakangi tak adanya restu dari orang tua Nanti atas hubungan mereka.

Cinta mereka pada akhirnya kalah oleh keadaan. Nanti mundur teratur dan meninggalkan Jiwa. Mengganti musim hujan yang indah dengan kemarau yang gersang.

Nanti pun menikah dengan lelaki lain, membuat hati Jiwa makin patah. Jiwa berusaha mencintai perempuan-perempuan lain berharap dapat melupakan Nanti, namun nyatanya urusan cinta tak sesederhana itu.

Novel ini sangat unik, dan belum pernah saya temukan ide penulisan seperti ini di novel-novel lain. Uniknya begini, meskipun cerita ini ditulis oleh tokoh yang bernama Jiwa, namun pembaca tetap dapat melihat cerita dari sudut pandang Nanti. Aan Mansyur cerdas dengan memasukkan sudut pandang Nanti dan dikemas dalam bentuk footnote di beberapa bagian cerita yang memerlukan sudut pandang keduanya. Menarik. Namun sayangnya, di bagian-bagian awal footnote muncul banyak sekali dan hampir di setiap halaman ada, sehingga saya sendiri merasa itu mengganggu proses baca dari novel itu sendiri. Tapi tak masalah, karena selebihnya footnote muncul seperlunya dan tidak sebanyak di bagian awal.

Ketika pujangga menulis novel, maka diksinya pun tidak perlu diragukan lagi. Puitis dan manis, namun tidak berlebihan. Membaca novel ini hampir menghabiskan sticky notes karena saking banyaknya kutipan-kutipan bagus yang perlu saya tandai. Keren.

Dari sekian banyak, ini kutipan favorit saya:

“Hidup ini memang rumit,” katanya.
“Iya. Sesederhana itu,” kataku.

Rate: 4/5

Review: Bidadari Bermata Bening

Ayna Mardeya adalah seorang santri di Pondok Pesantren Kanzul Ulum yang bertempat di salah satu desa di Magelang yang bernama Candiretno. Ayna adalah seorang perempuan cantik keturunan Palestina Indonesia. Ia sudah ditinggal ayahnya yang meninggal sejak ia masih di kandungan. Ayna yang merupakan anak satu-satunya merasa menjadi seorang diri terutama setelah ibunya pun meninggal. Namun, ia semakin ulet dan rajin di pesantren hingga akhirnya ia menjadi salah satu khadimah (pembantu perempuan) kepercayaan keluarga Kyai di pesantren tersebut.

Selain itu, Ayna adalah seorang anak yang cerdas, dibuktikan dengan memperoleh nilai UN tertinggi di pesantren dan ranking 10 terbaik di tingkat nasional. Prestasi itu mulai melambungkan namanya dan beberapa penghargaan berhasil ia peroleh.

Namun manusia tentu saja tak luput dari ujian. Ayna tidak dapat melanjutkan kuliah karena faktor ekonomi, sehingga ia memutuskan untuk tetap mengabdi di pesantren. Ujian lainnya datang ketika ia diharuskan pulang oleh Pakde dan Bude setelah mereka menolak lamaran dari adik Kyai pesantren tersebut untuk Ayna karena statusnya duda dan tidak pantas untuk Ayna. Akhirnya ia dipaksa menikah dengan salah seorang anak konglomerat yang banyak pembicaraan miring tentangnya.

Gus Afif, anak bungsu Kyai, adalah yang paling terpukul dengan pernikahan ini karena merasa terlambat menyampaikan lamaran untuk Ayna. Gus Afif menjadi sangat murung dan sakit-sakitan. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk meninggalkan pesantren ayahnya dan mengembara.

Lagi-lagi Kang Abik berhasil membuat novel yang sangat inspiratif. Kisah cinta yang romantis dan manis dihadirkan dengan narasi yang indah, santun, dan berhasil menghipnotis pembacanya. Nuansa pesantren dan nilai-nilai yang dibangun di pesantren disampaikan dalam novel ini dengan sangat rapi. Saya yang tidak memiliki background pesantren saja dapat membayangkan dengan utuh seperti apa jika saya ada di sana.

Kang Abik sukses berdakwah melalui karyanya karena banyak sekali hal yang dapat diambil pelajaran dari novel ini, tentang ketaatan, kerja keras, kesabaran, kesetiaan, kesantunan terhadap orang tua, dan keyakinan kepada takdir Allah bahwa ketika Allah menginginkan, ‘Kun, Fa Yakun’ maka terjadilah.

Satu-satunya kekurangan dalam novel ini yaitu banyaknya kesalahan penulisan (typo) yang saking banyaknya menjadi sangat menganggu, terutama adanya beberapa kesalahan penulisan nama tokoh yang malah ditulis dengan nama tokoh lain.

Namun, secara keseluruhan novel ini benar-benar novel pembangun jiwa yang dapat memotivasi jiwa-jiwa yang membacanya. Must Read!

Rate: 4.5/5

Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas

Satu lagi karya Eka Kurniawan yang saya baca. Novel berjudul Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas ini sarat dengan kekerasan, perkelahian, seks, juga perjuangan hidup yang dibumbui dengan kata dan umpatan kasar nan vulgar yang dilulussensorkan. Semua kata-kata kasar bertebaran hampir di semua bagian novel, muncul apa adanya dan tidak ada yang ditutup-tutupi. Sehingga saya yang cenderung lebih menyukai buku yang santun, agak risih dan tidak nyaman membaca karya Eka Kurniawan ini. Namun dari segi konteks cerita, sangat perlu diacungi jempol.

Seperti Cantik itu Luka yang pernah saya baca sebelumnya, novel  21+ ini masih kuat di permainan alur cerita. Ketika saya baru baca setengah bagian cerita, saya terkesan bahwa alur yg ditulis benar-benar berantakan, atau mungkin memang sengaja di buat begitu. Namun, ketika mulai menyelesaikan setengah bagian berikutnya, saya baru mengerti bahwa alur yang dibuat, sama sekali bukan berantakan, namun benar-benar halus dan rapi. Penulis nampaknya ingin menampilkan hampir semua konflik terlebih dahulu di awal, baru kemudian setiap konflik tersebut diselesaikan juga semuanya satu per satu di akhir cerita.

Tokoh dalam cerita ini banyak sekali, dan hampir semua penokohan didetailkan dengan sangat baik. Setiap tokoh memiliki karakteristik yang kuat dan unik yang jarang sekali saya temukan di kehidupan sehari-hari saya. Sayangnya, nama tokoh yang sebagian banyak menggunakan nama julukan (bukan nama sebenarnya) cukup membuat saya lupa siapa tokoh ini sebenarnya.

Kita tentu saja dapat mengambil pelajaran dari beberapa konflik yang muncul dalam cerita. Konflik yang dimunculkan mungkin bisa dianggap tidak menarik bagi kebanyakan penulis, seperti: Ajo Kawir yang kemaluannya tidak bisa berdiri sejak kedapatan mengintip polisi yang sedang memperkosa seorang perempuan gila, Iteung yang memutuskan belajar bela diri karena pernah diperkosa oleh gurunya saat ia masih sekolah, Mono Ompong yang sama sekali tidak bisa berkelahi namun harus jadi objek taruhan untuk bertarung dengan Si Kumbang demi harga dirinya, Si Tokek yang jadi teman setia Ajo Kawir dan berjanji pada dirinya untuk tidak akan menikah sampai kemaluan temannya itu bisa berdiri, dan masih ada beberapa konflik lainnya.

Dari semua konflik tersebut, Eka berhasil mengangkat konflik itu menjadi sebuah cara yang tepat bagi pembaca untuk melihat hidup melalui point of view yang berbeda tanpa perlu menghakimi terlebih dahulu.

Rate: 3,5/5