Sumber gambar: http://www.deviantart.com/art/tetesan-hujan-159642380
Sore menuju malam ini langit masih menumpahkan airnya dengan nyaman. Hujan turun lagi di kotaku. Dingin menyelimuti kotaku lagi.
Kaku, tubuh terasa beku. Jari-jari tanganku gemetar. Bibirku membiru. Seluruh tubuhku basah kuyup oleh air hujan. Inilah alasan aku tidak menyukai hujan. Hujan itu basah, dingin, gelap, dan muram. Lalu kenapa orang-orang banyak yang mengelu-elukan hujan. Orang yang tak biasa menulis pun jadi bisa menulis kala hujan. Apalagi orang puitis. Puisi-puisinya lebih banyak meluncur membicarakan hujan. Mau hujan badai, hujan es, ataupun hujan rintik, tetap saja namanya hujan. Basah, dingin, gelap, dan muram. Bagaimana bisa orang bilang hujan itu romantis. Ah, pokoknya hujan itu basah, dingin, gelap, dan muram. Tidak ada kata sifat lain yang mampu menggambarkannya.
Dulu aku seorang pecinta hujan. Bau tanah kemarau yang dirintiki hujan pertama sangat aku suka. Aku pun tak keberatan bila air hujan mengguyurku. Karena aku sangat mencintai hujan. Sayang, itu dulu. Kini tidak.
Karena dia pergi ketika hujan turun. Tuhan Mengambilnya saat jalanan basah oleh hujan. Hujan, malah mengingatkan tentang banyak hal. Tentang dia dan hal lain yang tak terhitung pada kebersamaan sebelum Tuhan Memanggilnya.
-ketika hujan aku pun bercerita…